Persembahan Nadin Amizah Untuk Dunia, Cinta, dan Kotornya

Artikel Sekar Vita |

Hujanmusik.id, JAKARTA - Langit begitu pucat akhir-akhir ini. Warna kelabu gusar diam di tempat seperti landasan besar di atas kepala yang hanya punya satu warna. Biasanya awan lewat setiap hari untuk mengirim kabar dalam berbagai bentuk, kali ini begitu banyak bunga melati kecil di langit. Mungkin ini pertanda langit sedang merentangkan pintunya untuk menerima bayi-bayi kecil dan anak-anak yang tengah melayang ke atas surga sementara bentala kehidupan sedang dikepung oleh riuh rendah puing-puing kesedihan di semenanjung Gaza. 

Belakangan ini dunia memang sedang kotor-kotornya, namun seperti dua jendela yang saling bersisian dunia pun tidak luput dari banyaknya orang dengan kadar dan rasa cinta terhebat yang dengan kemegahannya mampu membuka ruang lebar di dalam kita. Barangkali seperti itu juga dunia yang diciptakan Nadin Amizah dimana ia tengah mengayuh sepedanya untuk melintasi lumpur dan kerikil menuju semesta baru dalam komposisi showcase-nya yang berjudul “Untuk Dunia, Cinta, dan Kotornya” pada 4 November 2023 lalu. Berlokasi di Bengkel Space, Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan ini pun dihadiri oleh 2000 penonton untuk menikmati pesan yang ia sampaikan berulang di pembuka dan penghujung pertunjukan tersebut.

Nadia Amizah menggelar komposisi showcase-nya di Jakarta, 4 November 2023. DOK. NADIN AMIZAH

"Aku memilih untuk membuat showcase bukan konser dalam waktu yang berdekatan dengan rilisnya album adalah karena aku merasa perlu mempresentasikan lagu-lagu yang ada di album baruku ini secara live kepada pendengar musikku. Supaya mereka tau kedepannya seperti apa bedanya kalau dibawakan di panggung pertunjukan dan bagaimana kalau didengarkan melalui digital streaming platform." Jelas Nadin Amizah.

Seperti Hukum Newton II, dimana semua kapital perlu diakselerasikan melalui kolaborasi untuk menghasilkan energi yang lebih besar, seperti itu pula kesan yang saya dapat dari pertunjukan Nadin Amizah dimana ia berkolaborasi pula dengan musisi lainnya seperti Marion Jola dan Ananda Badudu. Figur lain yang berada dalam sampul rangkaian single terbarunya diantaranya adalah Misbach dan Neni yang tidak hanya hadir namun turut serta memperkuat perayaan album ini.

Dalam showcase tersebut, kolaborasi antara Nadin Amizah dan Ananda Badudu disambut dengan antusiasme para penonton yang bergemuruh layaknya gerimis. Rangkaian kolaboratif diantara keduanya terdapat dalam lagu “Kekal” dimana Ananda Badudu adalah pemusik tamu di akhir pertunjukan pada sore itu. Menjelang nomor lagu kesembilan, “Berpayung Tuhan”, sebuah narasi  menggugah ia sampaikan di tengah-tengah acara. Ia mendeklamasikan lagunya dalam cerita bagaimana Tuhan memberikan bekal yang banyak dan besar untuk akhirnya ia bisa mencintai dirinya sendiri.

Selayaknya Hukum II Newton dimana Resultan gaya adalah massa dikalikan percepatan. Yang berarti gaya adalah hasil dari interaksi apapun yang dapat menyebabkan segala yang memiliki ‘massa’ akan mengalami perubahan gerak. Barangkali hukum ini berlaku pula pada kehidupan dimana tubuh, pikiran dan perasaan juga perlu pengalaman, perlu jam terbang. Keduanya perlu terbebaskan dan tercerahkan agar tercapainya suatu perubahan. Seperti itu pula showcase “Dunia, Cinta dan Kotornya” tercipta, Nadin Amizah yang tidak hanya membawakan lagu-lagunya yang telah berada di tangga nada pemutar lagu digital, namun ia turut mengajak para pengunjung yang hadir untuk ikut menyelami kedalaman hati dan perubahan citra diri dalam lagu terbarunya, yang berjudul “Berpayung Tuhan”. 

Lagu bernuansa indie pop santai dipadukan dengan lirik puitis serta disampaikan dengan vokalnya yang khas terdengar semakin intim seolah-olah menyampaikan semua rahasia ke telinga. “Ini benar-benar pendewasaan dalam segi penulisan dan segi musikalitas. Yang aku senang adalah proses pengerjaan album ini kayak sebuah eksperimen yang baru untuk aku, karena tidak mengejar apa yang sudah dilakukan kemarin saat album 'Selamat Ulang Tahun”, jelas Nadin.

Hidup adalah gerakan anti-stagnansi. Dan kita dapat menyaksikan bagaimana bentangan sejarah tersarikan dalam ayunan sederhana yaitu saat kita meninggalkan satu mainstream, kita tengah berjalan menuju cikal bakal mainstream lainnya. Apa yang sekarang kita tanggapi dengan cengangan dan banjuran kekaguman, cepat atau lambat, akan kita lewati dengan perasaan gersang. Lagu “Berpayung Tuhan” tersebut adalah representasi terhadap gerakan resistensi retorik pengulangan yang masih berhembus dalam nafas yang sama. Meski ada genre berbeda di setiap lagunya, namun setiap karyanya itu masih berada dalam semesta serupa seperti karya sebelumnya. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa dominasi vokal Nadin yang khas dapat kita temukan jejaknya disana. Penjelajahan kata-kata dalam lirik  lagu “Berpayung Tuhan” pun dipenuhi dengan nuansa puitis. Meskipun kedalaman syairnya masih perlu direnungkan agar terpahami seutuhnya, namun perlu diakui bahwa lantunan sendu nan resah yang membungkus lagu tersebut mampu mebuat sensori kita ikut bekerja untuk menapaki hati.

Seperti kita tahu, dunia baru-baru ini penuh dengan bebunyian hiruk-pikuk dimana jalan hidup terasa berliku, persoalan pun begitu rumit, hubungan menjadi terlalu kompleks, dan asumsi membelenggu kesadaran. Barangkali Nadin Amizah benar bahwa kita harus berada dalam payung Tuhan dimana segalanya terlebur tanpa terkecuali. Dimana cinta akan memperbaiki Dunia yang sedang kotornya ini. Barangkali kita harus menginjak sendiri rumput di rumah orang lain yang kita sangka hijau, ternyata banyak ranjaunya. Setiap perjalanan selalu mengajarkan kita makna rindu, pulang, dan syukur semacam ini. Terlalu banyak hal-hal yang gagal kita syukuri, karenanya mari kita tanggalkan ransel-ransel beban yang selama ini kita bawa kemana-mana sambil melingkarkan genggaman kita di bawah payung Tuhan untuk menyalakan rasa dan berbagi energi bersama jiwa-jiwa yang merindukan cahaya.

Previous Post Next Post