Artikel Johanes Jenito |
Hujanmusik.id – “Lokal lebih vokal,” ujar David Karto
“International lebih menjual,” sambar Wendi Putranto
“Tapi belum tentu balik modal,” timpal Aldila Karina
Seketika tawa saya dan ratusan lainnya pecah mendengar dialog itu. Satir nan getir buat yang kenyang makan asam-garam dunia pertunjukan di negeri ini.
Adalah Synchronize Festival yang tengah mempersiapkan kuda-kuda untuk hajatan 7-9 Oktober 2022 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta. Tema tahun ini adalah “Lokal Lebih Vokal”. Target penontonnya 20 ribuan per hari demi tetap bersenang-senang sembari menjaga protokol kesehatan.
Salah satu kuda-kuda yang dihelat adalah konferansı pers pada Rabu, 10 Agustus lalu di M-Bloc Space.
Foto bersama Dewan Jenderal Synchronize Festival 2022 dan sebagian penampil. JENITO/HUJANMUSIK.ID
Direktur Festival David Karto, Direktur Komunikasi Aldila Karina, Direktur Artistik Saleh Husein dan Direktur Synchronize Radio Arie Dagienkz tampil menjelaskan gambar Synchronize Festival 2022 di hadapan insan pers. Keempatnya duduk di bangku tinggi. Sementara Wendi Putranto, yang memandu jalannya acara, lebih memilih berdiri dan bergerak bebas. Berlima mereka berdialog di atas panggung.
Mengedepankan musisi lokal adalah menu utama festival ini sejak pertama kali diadakan pada tahun 2016. Apresiasi pada lokalitas diwujudkan dengan ajakan pada khalayak untuk merayakan demokrasi keragaman jenis musik Indonesia selama tiga hari tiga malam oleh ratusan penampil terkurasi.
Bentuk demokrasi lainnya pada festival ini adalah ketiadaan penampil utama. Semua penampil, bolehlah saya sebut, diperlakukan adil hal publikasi. Mereka ditulis secara alfabetical dengan jenis huruf sama dan ukuran huruf sama. Tanpa pembeda.
“(Agar) Siapapun yang tampil, elu perlu apresiasi. Nikmatilah sajian yang berbeda-beda,” jelas Dila, sapaan akrab Aldila Karina.
Dila menyebut empat kategori penampil dalam Synchronize Festival 2022. Mereka dikelompokkan dalam musisi legendaris, musisi popular, musisi dengan penampilan khusus dan musisi baru.
Gerbong musisi baru, atau New Emerging Artist, memuat deretan penampil yang tengah naik daun, diantaranya The Jansen (Bogor), Swellow (Bogor), Munhajat (Bogor), The Dare (Lombok), Lorjhu’ (Madura), Muram (Banjarmasin), Manjakani (Pontianak), Soegi Bornean (Semarang), The Rang-Rangs (Bekasi), Tabraklari (Tangerang). Rub of Rub (Bandung), There Couch Club (Bandung), BAP (Jakarta), Namoy Budaya (Jakarta).
Untuk musisi dengan penampilan khusus, rasa penasaran saya meronta-ronta saat Wendi menyebut rombongan Dara Puspita.
Mantra apa yang dirapal David Karto dań tim sehingga Dara Puspita mengangguk iya setelah konser terakhir mereka pada 29 Maret 1972? Entahlah! Yang pasti, lima puluh tahun setelahnya mereka kembali naik panggung. Cuma di panggung Syncronize Festival 2022!
“50 tahun saya tidak pegang bass gitar,” jelas Titik Hamzah dari baris depan tempat duduk, “Sekarang saya harus pegang, Ini (jari tangah) bengkak-bengkak,” Dan pecahlah seisi gedung dengan tepuk tangan.
Tante Titik, sapaan akrab Titik Hamzah, memang sudah 73 tahun usianya. Ia yang paling muda di antara Titik AR (77 tahun), Lies AR (76 tahun) dan Susy Sander (75 tahun). Mereka berempat adalah formasi terakhir Dara Puspita sejak 1965.
Pesohor Irama Nusantara David Tarigan menyebut Dara Puspita sebagai rock n roll yang sesungguhnya. Pada masa itu tak ada perempuan yang memainkannya. Perempuan adalah makhluk inferior.
Lalu Tante Titik dkk datang dan menjungkirbalikkan mantra patriarkis. Rock n roll dimainkan oleh perempuan di atas panggung dan publik mengapresiasinya. Tak cuma di dałam negeri, kuartet itu juga mendapat panggung dan hati penikmat musik di Eropa lewat rangkaian tur.
Dalam Synchronize Festival 2022 Dara Puspita akan menghadirkan para musisi kolaborator. Semuanya perempuan. Tante Titik menyebut, diantaranya, FLUER!, Bonita, Endah dari Endah n’ Reza, MMS (Mar, Mela dan Sari dari White Shoes and Couples Company) dan The Dare.
“Selain Dara Puspita,” tambah David Karto, “Ada banyak penampil khusus lainnya.”
Ia menyebut Batavia Madrigal Singer, choir local berkualitas dunia, yang berulang kali memenangkan kompetisi paduan suara internasional yang prestisius sejak 2001. Ada juga Ahmad Band yang dibesut Ahmad Dhani, Presiden Jancukers Sujiwo Tedjo, Alam “Mbah Dukun”, Pagelaran Suara GembIra Guruh Soekarno Putra, duo instrumentalis-berisik SENYAWA dan David Bayu eks NAIF.
“NAIF mau reunian nih?” selidik Wendi.
“Pertanyaan elu netizen banget!” balas David dari bibir panggung. Tawa seisi gedung kembali pecah.
Yang pasti tidak ada reuni NAIF. Tapi penampilan David sebagai solois yang memperkenalkan album debutnya, hanya di Synchronize Festival 2022. Penampilan kolaborasi musisi masa kini juga bertebaran di sana-sini. Sebutlah, diantaranya, Deadsuad yang metal bersama Isyana Saraswati yang pop, Erwin Gutawa bersama 3Diva, musisi elektronik Dipha Barus bersama Bahana Bintang, unit metal Surakarta Down For Life bersama seniman gamelan Gendrong Gunarto, The Groove formasi awal dan reuni kolaborasi antara Pusakata, Mohammad Istiqamah Djamad alias “Is”, dengan kolega lamanya Payung Teduh, setelah drama perpisahan 2017 itu.
Selain ratusan penampil lokal, karya tim artistik di Synchronize Festival selalu menggelitik. Kali ini Ale, sapaan akrab Saleh Husein, memulas kreasi festival dengan warna-warna sehari-hari yang merepresentasi susana rakyat.
‘Kami ingin muncul dengan kerendahan hati.” jelas Ale.
Tak heran bila warna biru marine cukup menonjol di sana-sini dan berbagi ruang pandang bersama merah, kuning dan hijau. Dalam menampilkan aneka warna itu, Ale mengajak studio kecil seniman grafis dari Kalimantan Selatan untuk menerjemahkan “Lokal Lebih Vokal” secara visual.
Mengarus-utamakan kelokalan tak lepas dari peran besar Synchronize Radio pimpinan Arie Daginkz dan tim. Mereka bergerilya ke pelosok negeri untuk menemu-kenali ragam musik lokal-tradisional dań menyebarluaskannya lewat radio.
Saya sependapat bahwa kebanggan lokal perlu terus disemai, dipupuk dan disebar-luaskan dari generasi ke generasi. Karena lokal bukan kuno. Lokal adalah masa kini saat kita mampu menjawab tantangan zaman dan demokrasi sosial.
Salah satunya jawaban atas tantangan zaman itu adalah Synchronize Festival, yang lokal-demokratis tanpa harus memusuhi yang internasional-pragmatis.